Sabtu, 19 November 2011

WABAH BESAR APATISME

Bom Waktu Bagi Keberadaban

Apatisme adalah kata serapan dari Bahasa Inggris, yaitu apathy. Kata tersebut diadaptasi dari Bahasa Yunani, yaitu apathes yang secara harfiah berarti tanpa perasaan. Sedangkan menurut AS Hornby dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English: apathy is an absence of simpathy or interest. Dari definisi-definisi di atas, maka dapat ditarik satu benang merah definisi apatisme, yaitu hilangnya simpati, ketertarikan, dan antusiasme terhadap suatu objek. Sementara dalam wikipedia indonesia diartikan Apathy adalah kurangnya emosi, motivasi, atau entusiasme. Apathy adalah istilah psikologikal untuk keadaan cuek atau acuh tak acuh; di mana seseorang tidak tanggap atau "cuek" terhadap aspek emosional, sosial, atau kehidupan fisik. Kemudian kita dapat artikan bahwa apatisme adalah hilangnya rasa simpati masyarakat terhadap lingkungannya. Padahal masyarakat pada hakekatnya adalah sebuah kesatuan yang saling berikatan, sesuai dengan definisi masyarakat (society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.

Sebelumnya ada istilah pembagian kelompok di masyarakat dari tingkat kepedulianya(respect). Diantaranya ada tingkat apatis, menengah dan maju/bergerak. Apatis diisi oleh kelompok masyarakat yang tidak ambil peduli atau acuh dengan apa dan bagaimana situasi, kondisi serta kejadian yang ada lingkungannya. Di menengah diisi oleh kelompok masyarakat yang peduli dengan situasi, kondisi dan kejadian yang terjadi di Indonesia namun tidak mengambil langkah atau tindakan apapun. Sedangkan di level maju diisi oleh masyarakat yang peduli dengan situasi, kondisi serta kejadian yang terjadi di Indonesia dan menindaklanjutinya dalam beragam bentuk.
Bagi kelompok masyarakat yang masuk ke tingkat apatis, ada kemungkinan mereka adalah kelompok borjuis, kelompok mapan dan pemilik modal (walaupun tidak dipungkiri juga didominasi masyarakat kelas bawah dalam bidang tertentu). Masyarakat pada kelompok ini memiliki dana yang banyak jumlahnya, sehingga mampu membiayai segalanya dan membayar biaya apapun terhadap perubahan yang terjadi. Sehingga masyarakat pada kelompok ini tidak merasakan perubahan situasi, kondisi dan dampak yang timbul dari kejadian yang terjadi di masyarakat luas. Karena tidak adanya penderitaan yang seolah dialami, sehingga kepekaan tidak muncul dalam hati mereka yang kemudian memunculkan sikap tidak peduli.
Apatisme Dalam bermasyarakat
Orang di kota besar pada umumnya dapat mandiri tanpa harus bergantung pada orang alian. Hal yang penting disini adalah manusia perseorangan atau individu. Di desa orang lebih mementingkan kelompok atau keluarga. Di kota, kehidupan keluraga sering sukar dipersatukan karena perbedaan kepentingan, paham politik, agama, dan seterusnya. Masyarakat kota besar khususnya dan masyarakat Indonesia secara umum, sudah terbentuk dari kehidupan modern yang mementingkan karir. sehingga mereka hanya sibuk dengan urusan-urusan privat mereka terkait dengan akumulasi kekayaan, maupun pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar mereka. Hal ini memang tidak bisa disalahkan. Dengan kondisi perekonomian sekarang ini, keselamatan diri dan keluarga dekat memang dianggap sebagai prioritas utama.


Akan tetapi, apa akibat dari mentalitas dan cara berpikir privat semacam itu. Jawabannya sederhana saja hal-hal yang terkait dengan kehidupan bersama dalam bentuk solidaritas dan keadilan pun juga terabaikan. Solidaritas sosial dan keadilan tidak menjadi prioritas, dan bahkan mungkin tidak lagi terpikirkan sama sekali. Inilah apatisme yang perlahan-lahan akan menghancurkan kehidupan publik di Indonesia.
Ketidakpedulian ketika terjadi ketidakadilan di depan mata kita. Ketidakpedulian ketika orang lain menderita bukan karena kesalahannya, tetapi hanya karena dia lahir di kelas sosial yang tidak tepat. Yang terakhir ini disebut sebagai ketidakadilan struktural / lapisan sosial. Ini seperti yang sering kita dengar, kemakmuran tidak selamanya baik. Kemakmuran tanpa Keadilan adalah sesuatu yang membahayakan kelak. Jadi sebaiknya Adil dulu baru Makmur.


Apatisme dalam berpolitik atau kehidupan Bernegara

Tingginya angka golput pada pemilu legislatif merupakan cerminan apatisme rakyat terhadap pelaksanaan pesta demokrasi tersebut. Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Alfitri Msi, mengatakan "Golput juga merupakan bentuk perlawanan rakyat terhadap pelaksanaan pemilu yang dinilai tidak akan mampu merubah negara ini menjadi lebih baik,". (Sriwijaya Post - Sabtu, 11 April 2009). Masalah apatisme publik yang mulai akut menyangkut partisipasi politik di negeri ini. Sepanjang tahun lalu di berbagai pemilihan kepala daerah (pilkada), angka golput mendominasi hasil penghitungan dari seluruh potensi suara di tiap daerah pemilihan.



Penyebab mengapa masyarakat demikian apatisnya tentu tidak terlepas dari pengalaman di masa lalu. Refleksi kinerja pemerintah selama ini beserta tindak tanduk para pejabat yang dianggap tidak menyentuh di hati rakyat sehingga menjadi pelajaran bagi rakyat. Keadaan saling menguntungkan yang terjalin antara rakyat dan wakil rakyat belum pernah secara nyata ditemui masyarakat. Namun sangat disayangkan ketika buah dari pelajaran masa lalu itu adalah rasa jera, hilangnya semangat berdemokrasi, kebosanan bahkan keengganan untuk menyalurkan aspirasinya. Negara telah kehilangan kredibilitasnya di mata masyarakat karena tindak-tanduk sebagian besar abdinya.
Masyarakat akhirnya meragukan terciptanya perubahan lewat proses pemilu karena suasana yang ditampilkan selalu tidak jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Saat-saat seperti ini semua pihak merasa dan mengklaim diri sebagai pihak yang dekat dengan rakyat. Padahal saat terpilih janji yang terucap seakan menguap sesaat setelah sumpah diucapkan.
Berkembangnya peradaban kearah modernisasi dan rasionalisasi. Membuat masyarakat seakan larut dalam euforia untuk mensejahterakan diri sendiri (mengejar kemakmuran) tanpa melihat bagaimana fenomena yang terjadi di negaranya saat ini, pengaruh kemiskinan yang sekaligus berimbas kepada kebodohan bangsa belum menjadi perhatian serius dari generasi tua maupun para elite-elite politik bangsa ini. Pengaruh perkembangan informasi dan era globalisasi yang mulai merebak di negara kita juga menjadi ancaman yang sangat menakutkan bagi generasi muda. Mereka sudah mulai meninggalkan kebudayaannya yang menbjadi jati dirinya dan itu diperkuat lagi dengan semangat globalisasi yang begitu kental dan digelorakan oleh pihak asing. Generasi muda seakan telah meninggalkan jati diri bangsanya dan mulai terpengaruh dengan budaya-budaya asing yang mulai menunjukkan taji-nya dan sekaligus telah menguasai seluruh aspek kehidupan di negara kita.
Semangat nasionalisme kaum muda dan masyarakat yang terus luntur dipengaruhi oleh budaya kaum muda yang lebih memandang kesenangan sebagai suatu hal yang terpenting dan harus dijadikan sebagai tujuan (hedonisme¬¬) menyebabkan terjadinya pergeseran budaya dan prilaku kaum muda yang kritis, agresif dalam memberikan kontribusi positif dan sebagai jambatan perubahan sosial. Padahal bangsa itu adalah satu jiwa. Sudah selayaknya apatis tersebut dianggap sebagai sesuatu yang jelas merusak, terutama dalam kehidupan bermasyarakat.


Apatisme sebagai Musuh Kehidupan Publik

Apathisme di masyarakat membuat masyarakat menutup mata atas apa yang yang terjadi di sekitarnya. Kemudian berimbas menjadi tidak mengenalnya individu terhadap lingkungannya sehingga masyarakat tidak lagi mengenal nilai yang telah beredar di masyarakat sebelumnya. Matinya nilai-nilain yang da di masyarakat, sama dengan mengarahkan manusia kepada peradaban yang biadab dan tidak bermoral. Matinya rasa kepedulian, respect, nilai/nurani, dan pandangan tentang keadilan membutakan masyarakat akan hukum dan keadilan.
Kejahatan dan penderitaan sudah menjadi hal-hal biasa. Hal-hal negatif itu sudah menjadi makanan sehari-hari kita, sehingga tidak lagi mengenalinya sebagai sesuatu yang kejahatan dan nista. Dalam bahasa filsuf perempuan Jerman, Hannah Arendt, kejahatan telah menjadi banal. Kejahatan tidak lagi dikenali sebagai kejahatan, tetapi hanya sebagai rutinitas kehidupan sehari-hari. Banalitas ( atau kata lain pemwajaran) kejahatan itulah yang membuat kita menjadi apatis dan tidak peduli. Banalitas kejahatan itulah yang membunuh kepekaan hati nurani terhadap ketidakadilan dan kejahatan, yang terjadi setiap detiknya di depan mata kita. Tidak berhenti disitu, kejahatan dan ketidakadilan bukan hanya menjadi hal yang biasa, tetapi justru menjadi hal yang normatif, "yang seharusnya". Melanggar lalu lintas bukan lagi hal biasa, tetapi menjadi sebuah "kewajiban" yang harus dilakukan. Jika kita tidak melanggar lalu lintas, kita akan menjadi korban dari struktur. Sekali lagi yang sering kita dengar “peraturan ada untuk dilanggar”.

Inilah yang terjadi di Indonesia sekarang ini, yakni banalitas kejahatan serta ketidakadilan yang tidak lagi bisa dikenali akibat apatisme publik. Dan matinya nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat.

Kita semua tahu, demokrasi tidak akan berjalan tanpa partisipasi warga yang kritis. Apatisme publik adalah gejala, di mana warga negara menjadi tidak peduli pada hal-hal yang terkait dengan kehidupan bersama. Artinya, warga negara tidak lagi kritis dan partisipatif di dalam kehidupan bersama. Demokrasi pun tinggal slogan yang mengambang tanpa realitas. Jika demokrasi dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia tidak lagi berjalan, maka kita harus mempersiapkan diri kita untuk hidup di dalam rimba-rimba yang berselubung gedung di Indonesia. Dan apakah kita mau seperti itu. Tentunya semua masyarakat ingin menjadi masyarakat yang terbaik.

source:
http://id.wikipedia.org/wiki/Apathy 14 desember 2009.
Yotapditya, Penyebab apatism di Indonesia, www.Blogster.com
Soerjono Soekanto, sosiologi Suatu pengantar (jakarta : rajagrafindo persada , 2006)
www.Riauinfo.com , Selasa, 15 Desember 2009
Amin Aryoso dkk. Ancaman terhadap jati diri bangsa ( Jakarta : yayasan kepada bangsaku , 2009)
The Human Condition [Kondisi Manusia] (1958) dalam terjemahan,

Jumat, 18 November 2011

Sejarah Pemisahan Korea, sisa perang dingin yang menjadi bom waktu dunia

A. Sejarah Pemisahan Korea (1945)
Salah satu penyebab Konflik Korea Utara dan Korea Selatan tidak bisa dilepaskan dari pengaruh sejarah. Dimana konflik telah terjadi sejak terjadinya Pemisahan kedua negara tersebut. Perbedaan ideologi yang tajam ditambah berbagai intervensi negara asing yang begitu kuat mempengaruhi negara negara tersebut dengan berbagai kepentingannya.

Source: wartakota.co.id
Pada Juli-Agustus 1945, Sekutu secara sepihak memutuskan untuk membagi Korea tanpa melakukan konsultasi dengan pihak Korea sendiri. Hal ini berkontradiksi dengan Konferensi Kairo (November 1943) dimana mendeklarasikan bahwa Korea harus menjadi negara bebas dan merdeka. Selain itu, sebelumnya, Konferensi Yalta (February 1945) mengizinkan Stalin membangun "zona penyangga" Eropa. negara satelit yang berada di bawah Moskwa sebagai balasan karena telah membantu Amerika Serikat di Perang Pasifik melawan Jepang.
Pada tanggal 10 Agustus 1945, Tentara Merah menguasai bagian utara semenanjung Korea, sebagaimana yang telah disepakati, dan pada tanggal 26 Agustus berhenti di garis lintang 38 derajat selama 3 minggu untuk menunggu kedatangan pasukan Amerika Serikat di Selatan.
Pada hari itu juga, dengan semakin dekatnya jadwal kapitulasi Jepang (15 Agustus), Amerika Serikat ragu Uni Soviet akan mengakui peran mereka dalam "komisi bersama". Perjanjian pendudukan Korea yang disponsori Amerika Serikat. sebelumnya, untuk memenuhi persyaratan politico-militer Amerika Serikat, Amerika Serikat membagi semenanjung Korea menjadi dua di garis lintang 38 derajad setelah dengan terburu-buru (tiga puluh menit) memutuskan bahwa Daerah Pendudukan AS di Korea harus setidaknya memiliki dua pelabuhan.
Pada bulan Desember 1945, Korea di bawah Komisi Bersama AS-Uni Soviet menyetujui Konferensi Menteri Luar Negeri Moskwa (October 1945), lagi-lagi tanpa melibatkan pihak Korea. Komisi tersebut memutuskan bahwa negara tersebut akan merdeka setelah lima tahun di bawah kepemimpinan dewan perwalian. Rakyat Korea marah dan memulai revolusil di Selatan, beberapa hanya melakukan protes, sisanya mengangkat senjata. Untuk menahannya, USAMGIK melarang protes (8 Desember 1945) dan mencabut perlindungan hukum terhadap Pemerintahan Revolusioner PRK dan Komite Rakyat PRK pada 12 Desember 1945.
Penindasan kedaulatan ini mengakibatkan pada 3 Oktober, sekitar 10.000 orang menyerang kantor polisi Yeongcheon, membunuh tiga anggota polisi dan melukai 40 orang lainnya; di tempat lain, massa membunuh 20 tuan tanah dan pejabat Korea Selatan yang pro-Jepang. USAMGIK mendeklarasikan hukum perang untuk mengontrol Korea Selatan.
Kelompok sayap-kanan Representative Democratic Council, yang dipimpin oleh nasionalis (Syngman Rhee), menentang perwalian Soviet-Amerika di Korea, berpendapat bahwa setelah tiga puluh lima tahun (1910–1945) pemerintah kolonial Jepang (pemerintah asing), rakyat korea menolak dipimpin pemerintahan asing lainnya, termasuk AS dan Soviet. Mendapatkan keuntungan dari memanasnya suhu perpolitikan, AS keluar dari Persetujuan Moskwa dan membentuk pemerintahan sipil anti-komunis di Korea Selatan. AS juga melakukan pemilu yang kemudian ditentang, dan diboykot oleh Uni Soviet untuk memaksa AS mematuhi Persetujuan Moskwa.
Resultan pemerintah anti-komunis Korea Selatan yang mengumumkan secara resmi konstitusi politik nasional (17 July 1948) memilih Syngman Rhee (20 July 1948) sebagai presiden dan mendirikan Republik Korea Selatan pada 15 Agustus 1948. Demikian juga di Zona Okupasi Rusia, Uni Soviet mendirikan pemerintahan komunis Korea Utara yang dipimpin oleh Kim Il-sung. Presiden Korea Selatan Syngman Rhee mengusir komunis dan anggota kelompok sayap kiri dari dunia perpolitikan nasional. Merasa dicabut haknya, mereka pergi ke daerah perbukitan dan bersiap melakukan perang gerilya melawan pemerintahan Republik Korea yang disokong oleh Amerika Serikat.
Para nasionalis baik Syngman Rhee dan Kim Il-Sung, sebenarnya bermaksud menyatukan Korea. Namun, di bawah sistem politik yang dianut masing-masing pihak.
Dengan persenjataan yang lebih baik, Korea Utara berhasil meningkatkan ketegangan di perbatasan, dan kemudian menyerang setelah sebelumnya melakukan provokasi sebaliknya Korea Selatan, dengan bantuan terbatas dari Amerika Serikat, tidak mampu menandinginya. Di awal era Perang Dingin ketika itu, pemerintah AS menganggap semua komunis dari bangsa apapun adalah anggota blok Komunis yang dikontrol atau setidaknya mendapat pengaruh dari pemerintahan Moskwa; akibatnya AS mengaggap perang sipil di Korea sebagai manuver hegemoni dari Uni Soviet.


source:m.rimanews.com
Tentara AS mundur dari Korea pada tahun 1949 meninggalkan tentara Korea Selatan dengan sedikit persenjataan. Di lain pihak, Uni Soviet memberikan bantuan persenjataan dalam jumlah banyak ke tentara Korea Utara dan mendukung rencana invasi Kim Il-Sung. Perang pun meletus pada Minggu pagi tanggal 25 Juni 1950 antara Korea Selatan dibantu AS dan sekutunya, melawan Korea Utara dibantu Soviet dan China. Perang ini berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Seungman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Namun, secara resmi perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.
Gencatan senjata Korea Selatan dan Korea Utara tersebut bukan berarti tercapainya perdamaian kedua korea. Sewaktu-waktu, dengan dipicu oleh isu yang cukup sensitif, kedua korea tersebut setiap saat bisa kembali ke medan perang untuk saling menghancurkan.

IDEOLOGI POLITIK KOMUNIS Dan PRINSIP EKONOMI SOSIALIS REPUBLIK RAKYAT CHINA (RRC)



Republik Rakyat Cina (RRC) adalah negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan populasi melebihi 1,3 miliar jiwa, yang mayoritas merupakan bersuku bangsa Han. Negara terbesar di Asia Timur, dan ketiga terluas di dunia, setelah Rusia dan Kanada. RRC berbatasan langsung dengan 14 negara: Afganistan, Bhutan, Myanmar, India, Kazakhstan, Kirgiztan, Korea Utara, Laos, Mongolia, Nepal, Pakistan, Rusia, Tajikistan dan Vietnam.
China Daratan merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kawasan di bawah pemerintahan RRC dan tidak termasuk kawasan administrasi khusus. Seperti; Hong Kong dan Macau. Pemerintah RRC melihat pemerintahannya di Cina sebagai Tiongkok Baru saat membandingkan dirinya dengan China sebelum tahun 1949. RRC juga dijuluki sebagai "Cina Merah" bagai kawasan yang sama, terutama oleh musuhnya di Barat, dengan merujuk kepada warna merah yang merupakan lambang komunis.
Kondisi Politik, ekonomi, sosial dan pertahanan Republik Rakyat Cina (RRC) sekarang ini berbeda dengan RRC yang dikenal di era 1960-an dan awal 1990-an sekalipun. RRC sekarang ini telah menjadi sebuah negara yang telah diperhitungkan dan dianggap menjadi adidaya besar di masa mendatang. Hal tersebut dapat bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat tajam, dengan penguasaan teknologi yang semakin mutakhir serta kemampuan diplomasi yang bertambah maju pula. RRC selain merupakan negara berpenduduk terbanyak di dunia, juga merupakan suatu negara yang tentunya berpengaruh politik besar dan turut mendominasi perekonomian dunia, serta merupakan negara yang memiliki kekuatan militer yang besar pula dari segi kuantitas.
Setelah Perang Dingin usai, China menjadi sebuah fenomena dalam peta hubungan internasional. Dimana China menjadi ‘magnet’ perhatian internasional karena negara ini tetap konsisten mempertahankan ideologi komunisme serta sistem partai tunggalnya, sementara di belahan dunia lain banyak negara mulai meninggalkan komunisme serta mengadopsi sistem multipartai dan demokrasi. Selama hampir empat dekade Perang Dingin, China telah membuktikan kepada dunia bagaimana suatu negara meletakan diri pada posisi sebagai balancer yang strategis dalam perimbangan kekuatan internasional.
Keadaan China yang begitu pesat perkembangannya saat ini tidaklah muncul secara serta – merta. Melainkan melalui sebuah perjalanan panjang dan berat. Penjajahan panjang, peperangan, penaklukan, penyerbuan, Isolasi dan perang saudara. Mewarnai sejarah panjang lahirnya Republik rakyat China. Untuk mengetahui perkembangan politik yang berdampak pada Ekonomi, sosial dan budaya di China. Melalui makalah akan mencoba mengulas mengenai konsistensi China terhadap ideologi Komunis dan keberhasilannya membangun negara melalui paham tersebut yang juga melahirkan prinsip ekonomi Sosialisnya.


Perpolitikan dan Ideologi Komunism di China


China menklaim pemerintahan mereka sebagai sebuah negara Republik dengan ciri-ciri negara satu partai, demokratik diktator, sentralisme demokrasi, negara kesatuan, negara sosialis dan komunis. Meski memiliki Presiden, China juga memiliki sistem legislasi berupa parlemen yakni National People Congress (NPC) yang merupakan lembaga tertinggi dari pemerintahan, bertugas menciptakan amandemen kostitusi, hukum, mengawasi, dan merencanakan pengembangan sosial dan ekonomi. Membatalkan regulasi, pemerintahan lokal, mengawasi pemerintahan lokal dengan wewenang menunjuk dan memindai proses pengambilan keputusan.

Akibatnya terciptalah semacam kondisi Pemerintahan Parlementer versus Presidensial. Arah kebijakan luar negeri Cina yang sekarang didasarkan pada konsep “kebangkitan China yang damai”. Konstitusi yang digunakan adalah konstitusi 1982 yang merupakan amandemen dari Konstitusi sebelumnya. Perubahan terpenting yang terjadi adalah penghapusan pemujaan terhadap Mao zedong dan culture revolution. Namun, perubahan ini masih tetap membuat kekuatan partai mengontrol jalannya pemerintahan melalui interlocking system (proteksionis) dari personel partai dan struktur paralel pada partai negara tetap solid dan kuat. Seperti yang kita ketahui bahwa birokrasi Cina diisi oleh anggota – anggota dari partai Komunis China. Yang terdiri dari; kaum elite (kepemimpinan), top elite (kader senior dalam partai dan pemerintahan), intermidiete-level (staf partai dan kantor pemerintahan), dan basic level (kader yang berhubungan langsung dengan rakyat). Sementara kewenangan yudisialnya digerakkan oleh Pengadilan Rakyat, Perolehan masyarakat, dan kantor keamanan publik.

Dalam proses pemilihan umum Partai Komunis Cina mengatur proses pemilu pada semua level. Pemilihan lokal untuk konggres diperbolehkan. Namun, frekuensi pemilu ditentukan oleh hakim. Dalam partai politik kekuasaan tertinggi untuk memerintah dan membuat kebijakan-kebijakan partai saat kongres partai sedang tidak aktif dilakukan oleh control comitee. The Politbiro menganut prinsip demokrasi sentral ala Lenin, keputusan partai dicapai melalui konsensus kelompok dan pemimpin diberi kuasa dalam jumlah kecil. Central party secretariat terdiri dari agen administratif dan agen staff.

Sedangkan dari segi Hukum China memiliki berbagai catatan penting dalam perkembangannya yang tentunya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Ideologi Kerakyatan yang radikal. Tanggal 1 Oktober tahun 1949, Mao Zedong mengumumkan berdirinya RRC. Pada lima tahun kemudian, “Undang-Undang Dasar Republik Rakyat Tiongkok/China” diumumkan. Dimana dalam UUD tersebut terdapat dua prinsip, yaitu Peradilan independen dan penegakan hukum secara demokratis. Di samping pengumuman UUD pertama, dikeluarkan pula ” Undang-Undang Organisasi Kongres Rakyat ” dan ” Undang-Undang Organisasi Mahkamah Rakyat “, sistem politik, aparat kekuasaan dan badan pengadilan akan beroperasi sesuai dengan undang-undang tersebut. Dengan demikian, tibalah periode pertama bagi pembinaan tata hukum Tiongkok.
Sementara itu, hak asasi manusia mendapat jaminan hukum, China tidak saja menghormati dan melindungi hak asasi manusia dan mendorong perkembangan usaha hak asasi manusia secara keseluruhan tetapi juga memungkinkan “negara menghormati dan melindungi hak asasi manusia”. Undang-undang yang berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia dan konvensi internasional yang sudah diratifikasi tercatat 250, termasuk undang-undang khusus untuk melindungi wanita, orang lansia, anak – anak , penyandang cacat dan etnis minoritas dan kelompok lainnya. Di sisi lainnya, Pemerintah RRC berpendapat bahwa hak asasi manusia sepatutnya mencakup kepuasan hidup dan kemajuan ekonomi. Dengan kata-kata berlainan, saat mengkaji dirinya, ia melihat kemajuan ekonomi dan kepuasan hidup rakyatnya sebagai meningkatkan situasi hak asasi manusianya, dan saat melihat situasi di negara-negara maju ia seringkali menotakan terdapat tingkat kriminalitas dan kemiskinan yang tinggi di tempat-tempat yang dikatakan mempunyai penghormatan terhadap hak asasi manusia yang tinggi. Praktek melihat HAM seperti ini, diamalkan di kebanyakan negara timur yang lain pula.
Namun, dalam perkembangan sejarah HAM di China. Ada banyak pristiwa yang mencoreng penegakan HAM di China Berkaitan dengan Rejim yang begitu otorier dan represif. Demonstasi terjadi yang pada tahun 1989 salah satunya dengan tuntutan-tuntutan akan keterbukaan politik, yang pada akhirnya justru mengakibatkan tragedi yang menyentakkan dunia internasional, yang kemudian dikenal sebagai Tragedi Tian’anmen. 4 Juni 1989 menjadi hari Genoside bagi para demonstran di lapangan Tian’anmen, dimana pada malam berkumpulnya ribuan mahasiswa. Militer dan Pemerintah memperlihatkan sikap brutal mereka dalam usahanya menghentikan aksi protes dengan menggunakan tank dan senapan mesin. Bahkan penduduk sipilpun menjadi korban. Akibat dari peristiwa ini China sempat dikucilkan dari dunia Internasional dan mendapat tekanan terutama dari barat selama beberapa tahun. Sampai akhirnya hubungan China dinormalisasi kembali dengan barat melalui Amerika Serikat pada masa Bill Clinton.
Militer mempunyai kedudukan penting dan tak terpisahkan dalam perpolitikan China. Berkaitan dengan paham negara Komunis ala leninism, yang menempatkan militer sebagai penyokong utama dalam stabilitas negara. Militer China adalah salah satu yang terbesar di dunia. Dapat kita lihat pula setiap budaya Rejim menggunakan kekuatan militernya dan Konfusianisme, militer harus tunduk pada kontrol pusat. Militer menjadi pengendali dari birokrasi sipil. Perkembangan ekonomi dan politik modern China hingga saat ini mempengaruhi kekuatan angkatan bersenjata dan organisasi militer. Seperti Dapat kita lihat dalam beberapa dekade terakhir ini China telah mulai meningkatkan kekuatan militer sepenuhnya.

Kemudian satu lagi yang tidak pernah bisa dipisahkan dari masyarakat China dan telah melekat selama ribuan tahun serta mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di setiap sendi kehidupan masyarakat China. Konfusianisme, yang diajarkan di sekolah-sekolah dan bahkan merupakan bagian dari ujian pelayanan publik kekaisaran pada zaman dulunya. Hingga kini, konfusianism tersebut masih dipegang kuat (walaupun sudah banyak yang berubah berkaitan dengan Revolusi Kebudayaan) termasuk dalam tatanan birokrasi yang hirarkis di masyarakat China.

Pembangunan Ekonomi dan Prinsip Sosialisme

Perekonomian adalah salah satu faktor penting bagi berlangsungnya proses kehidupan bernegara, karena maju atau tidaknya suatu negara dapat dilihat dari keadaan ekonomi negara tersebut. Seperti halnya dengan China sebagai negara besar di kawasan Asia Pasifik yang sangat potensial untuk menjadi satu kekuatan baru di dunia internasional, terbukti dengan hasil-hasil yang dicapainya sejak pelaksanaan program modernisasi dalam sistem ekonomi negaranya, terutama dalam sektor pertanian dan perindustrian, pada tahun 1978. Cina mengalami perjalanan panjang dalam menapaki sejarah peradaban negara dan bangsa yang penuh dinamika kebudayaan, politik, dan ekonomi, dan saat ini telah mencapai puncak keemasan dalam meniti jati diri untuk menjadi sebuah negara dan menempatkan diri dalam jajaran negara adidaya dunia.

Secara ekonomi, Republik Rakyat Cina mencirikan ekonominya sebagai Sosialisme dengan ciri khas China. Pada tahun 1976 ketika masa Deng Xiaoping, China mengakhiri isolasi yang dilakukan Cina terhadap bangsa barat dengan mengacu pada pasar sosialis yang membuka investasi asing dan riset tekhnologi. Semenjak reformasi ekonomi di tahun 1978, China mengalami pertumbuhan ekonomi tercepat kelima dan pertumbuhan tercepat ekonomi mayor G20, eksporter terbesar di dunia, dan importer terbesar kedua dunia. Industrialisasi yang berkembang telah mengurangi angka kemiskinan dari 53% di tahun 1981 ke 8% di tahun 2001.

Gagasan Deng Xiaopingg dengan empat modernisasinya (pertanian, Industry, Militer dan Iptek) tak pelak menjadi kunci mengapa komunisme di China tidak runtuh seperti terjadi dikebanyakan negara lain. Pendekatan yang diambil oleh Deng dengan memprioritaskan pada reformasi ekonomi dan meningkatkan taraf hidup Rakyat terbukti menjadi senjata yang ampuh yang bisa mencegah China dari keruntuhan.
Meskipun ada kelonggaran terhadap kapitalisme, Partai Komunis Cina tetap berkuasa dan telah mempertahankan kebijakan yang mengekang terhadap kelompok-kelompok yang dianggap berbahaya, seperti Falun Gong dan gerakan separatis di Tibet.


Bendungan Sungai Yang Tze

Pendukung kebijakan ini umumnya adalah penduduk pedesaan dan mayoritas kecil penduduk perkotaan, menyatakan bahwa kebijakan ini menjaga stabilitas dalam sebuah masyarakat yang terpecah oleh perbedaan kelas dan permusuhan, yang tidak mempunyai sejarah partisipasi publik, dan hukum yang terbatas. Para pengkritik yang terdiri dari minoritas rakyat China, para rakyat pelarian Cina di luar negeri, penduduk Taiwan dan Hongkong, etnis minoritas seperti bangsa Tibet dan pihak Barat, menyatakan bahwa kebijakan ini melanggar hak asasi manusia yang dikenal komunitas internasional, dan mereka juga mengklaim hal tersebut mengakibatkan terciptanya sebuah negara polisi, yang menimbulkan rasa takut.

Sejarah Republik Rakyat China yang terkesan membingungkan dan dramatis. karena kadang tragis di satu saat, tapi bisa jadi menyenangkan di saat yang lain. China adalah negara dengan begitu banyak masalah, termasuk penduduk terbanyak di dunia; tetapi ia juga sebuah bangsa dengan potensi yang sangat kaya. Tingkat pertumbuhan ekonomi China dipercaya akan segera membuatnya menjadi sebuah negara adikuasa ekonomi. Juga perlu dicatat, bahwa mengingat China telah menjadi salah satu negara pemilik senjata nuklir, maka China akan menjadi salah satu aktor yang berperan penting dan strategis dalam setting politik dan pertahanan global. China juga menarik perhatian internasional karena di tengah-tengah gelombang transisi yang mengarah pada demokrasi ternyata negara ini tetap konsisten mempertahankan ideologi komunisme dan sistem partai tunggalnya.
Tumbuhnya China sebagai salah satu kekuatan baru dunia, yang diibaratkan raksasa yang bangkit. Adalah buah dari ketelatenan dan konsistensi Pemerintahan yang kuat dalam membangun negerinya. Mengutamakan Ideologi Marxism sebagai dasar kehidupan politiknya untuk menciptakan keadilan dan stabilitas dalam negara. Namun, menerapakan ekonomi pasar yang menunjang keberlangsungan dan kemakmuran hidup negaranya.
Terlepas dari sistem ekonominya yang mulai mengarah pada kapitalis, Sistem politik Komunisme yang mengandalkan dan mengutamakan kemakmuran bagi rakyat banyak. Justru mendapat simpati dan legitimasi dari masyarakatnya. Ditambah dengan prinsip Konfusianism yang mendarahdaging yang begitu menutamakan Harmoni dan kedamaiaan. Membuat masyarakat Republik Rakyat China tetap bisa merasa nyaman dengan sistem yang totaliter. Asalkan selama ekonomi China mampu memakmurkan Rakyatnya. Rakyat China secara mayoritas akan memaklumi dan merasa nyaman dengan Totaliter dan Kerasnya rejim Komunis China.
Semua pada akhirnya Mengingatkan Kita pada kebesaran China di masa Kekaisaran.


DAFTAR PUSTAKA


Budiarjo, Miriam. “Dasar – dasar Ilmu Politik”. Jakarta : Gramedia, 2008. hal.160

Chilcote, Ronald H.“Theories of Comparative Politics The Search For a Freedom”. Jakarta : Rajawali Pers, 2010.

http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Rakyat_Cina . 19 April 2011.

Anon. 2005. Cina. Terdapat pada Tiongkok Dalam 60 Tahun Terakhir. [Internet]. http://indonesian.cri.cn/281/2009/05/27/1s96960.htm.

Fighting Poverty: Findings and Lessons from Cina’s Success (World Bank). Diakses 17 Mei 2010.

RI Kedepankan Dialog,” dalam http://www.kapanlagi.com/h/0000235509.html, 15 april 2011.

“Obor HAM Estafet Global: Suluh itu tak berkobar di Cina,” dalam http://www.vhrmedia,
17 April 2011.